Perubahan iklim menimbulkan ancaman signifikan bagi wilayah penghasil pangan utama di seluruh dunia, yang berpotensi menyebabkan kegagalan panen secara bersamaan. Peringatan meresahkan ini datang dari studi bersama yang dilakukan oleh para peneliti dari Amerika Serikat dan Jerman yang berupaya menilai dampak pemanasan global terhadap cuaca ekstrem yang dapat sangat memengaruhi hasil panen.
Cuaca Ekstrem
Studi ini menekankan konsekuensi potensial dari peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi bersamaan di berbagai belahan dunia. Ketika peristiwa semacam itu bertepatan, dampak gabungannya dapat melampaui efek individu, menghasilkan konsekuensi yang lebih besar. Ini termasuk potensi lonjakan harga pangan, konflik yang meningkat, dan peningkatan kekurangan gizi di negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor pertanian.
Para peneliti menekankan kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca untuk memerangi perubahan iklim secara efektif. Mereka juga menggarisbawahi pentingnya pemodelan dan prediksi dampak kondisi cuaca ekstrim di masa depan.
Penelitian ini dipimpin oleh fisikawan iklim Dr. Kai Kornhuber dari Universitas Columbia di New York. Tim peneliti menyelidiki terjadinya kegagalan panen secara bersamaan di daerah penghasil tanaman utama. Mereka secara khusus berfokus pada fenomena cuaca yang dipengaruhi oleh aliran jet yang berkelok-kelok, yang dapat memicu peristiwa semacam itu. Anehnya, korelasi ini belum pernah diukur sebelumnya.
Aliran jet mengacu pada arus angin kencang yang bersirkulasi dari barat ke timur pada ketinggian sekitar lima hingga tujuh mil di atas permukaan bumi. Saat pemanasan global mengubah jalur aliran jet, hal itu dapat menyebabkan peristiwa “pemblokiran”. Ini menyebabkan kondisi kering dan cerah yang berkepanjangan di area tertentu. Ini, pada gilirannya, menghasilkan fenomena seperti kekeringan, gelombang panas, dan bahkan musim dingin yang pahit.
Proyeksi Model Iklim
Untuk menggali lebih dalam masalah ini, para peneliti memeriksa data pengamatan serta proyeksi model iklim. Proyeksi mencakup periode 1960 hingga 2014 dan skenario masa depan dari 2045 hingga 2099. Analisis mereka mengungkapkan kemungkinan hasil panen yang rendah di daerah penghasil makanan selama musim panas. Ditandai dengan aliran jet yang berkelok-kelok di atmosfer bagian atas. Korelasi ini berlaku tidak hanya dalam data pengamatan tetapi juga dalam model iklim mereka.
Proyeksi untuk masa depan melukiskan gambaran yang memprihatinkan, karena titik-titik hasil panen yang sangat rendah diidentifikasi di belahan bumi utara, yang memengaruhi wilayah seperti Asia Timur, Eropa Timur, dan Amerika Utara.
Gagal Panen Makin Parah
Temuan penelitian ini menyoroti urgensi pengurangan emisi gas rumah kaca secara cepat. Tanpa tindakan cepat, iklim ekstrem dapat menjadi semakin tidak terkendali, memperburuk risiko gagal panen secara bersamaan. Saat dunia bergulat dengan tantangan kompleks ketahanan pangan dan perubahan iklim, menjadi penting untuk memprioritaskan praktik berkelanjutan dan menerapkan strategi mitigasi yang efektif untuk melindungi sistem pertanian kita dan memastikan kesejahteraan generasi mendatang.